This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday 28 September 2015

Gaji Besar untuk Guru Gaptek



Pahlawan tanpa tanda jasa. Begitulah ungkapan untuk menghargai jasa guru. Peran guru dalam mencerdaskan bangsa tidak bisa diremehkan. Mau itu presiden, menteri, jendral, pengusaha sampai beragam profesi lainnya ada andil seorang guru. Di negara-negara besar, guru dianggap profesi yang mulia. Bahkan di Jepang, gaji guru berada di urutan tertinggi. Tanda mereka menghormati peran guru. Lalu bagaimana dengan di Indonesia?. Alhamdulillah, beberapa tahun terakhir guru mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Selain menerima gaji bulanan. Guru juga mendapat tunjangan profesi guru (TPG). Gaji guru negeri kini sudah naik kelas.
Pemerintah memberikan TPG bukan tanpa alasan. Maksudnya dengan tunjangan itu kompetensi guru semakin meningkat. Guru berusaha berkembang. Meningkatkan kemampuan mengajar. Satu lagi, mereka tidak boleh gagap teknologi (gaptek). TPG guru diharapkan bisa dipakai membeli laptop, modem, ataupun gadget. Pokoknya, guru harus pintar informasi teknologi (IT) dan melek internet.
Sayang seribu sayang. Masih banyak dijumpai guru yang menggunakan TPG diluar pendidikan. Alih-alih mengalokasikan sedikit untuk keperluan peningkatan kapasitas. Banyak uang TPG habis untuk membangun rumah, beli kendaraan, ataupun untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Uang TPG banyak untuk konsumtif.
Sindiran pada guru gaptek ini sempat dilontarkan Ketua PGRI Lombok Barat melalui media massa. Pimpinan organisasi guru ini menyoroti tunjangan guru yang banyak untuk hal-hal konsumtif. Ia tidak berusaha membelakoleganya. Kenyataan memang masih banyak guru gaptek.
Para guru yang masuk derajat “senior” harus instropeksi diri. Mereka harus membuktikan diri tidak gaptek. Jangan sampai pegang keyboard komputer saja sudah keringat dingin. Apalagi mengoperasikan laptop. Pendidikan sekarang sudah semakin maju. Tidak bergaya konvensional. Hanya melihat buku. Guru membaca murid mendengarkan. Sekarang sudah canggih. Guru bisa mengajar dengan power point.
Para guru gaptek bisa menengok guru honor. Meski tidak menerima gaji besar, mereka punya dedikasi tinggi untuk pendidikan. Tempat mengajarnya pun tidak seperti guru negeri kebanyakan di tengah kota. Banyak guru honor ditempatkan di daerah terjal, terpencil, dan fasilitas seadanya. Soal kemampuan mengajar, para guru honor ini pasti berani diadu dengan para guru negeri. Guru bergaji besar harus malu. Jangan sampai gaji besar untuk guru gaptek. Itu mengecewakan!

Hutan Aik Nyet yang Disayang Warganya



Belajar Menjaga Hutan dari Dusun Aik Nyet, Lombok Barat

Hutan Sesaot, Lombok Barat cukup ramai di akhir pekan. Mobil dan otor tampak terparkir begitu memasuki area hutan. Meski diluar matahari cukup menyengat, masuk ke hutan lebih sejuk. Penyebabnya tentu pohon besar dengan kanopi rapat yang berjajar. Motor terus melaju memasuki Desa Buwun Sejati, begitu tertulis di gapura. Di kawasan ini ada satu mata air yang mengalir sepanjang tahun meski tengah kemarau. Hujan yang tak kunjung turun,membuat mata air dan sungai mengering. Lalu apa yang membuat salah satu mata air di sekitar Hutan Sesaot, tetap mengalir dengan deras?. Sejumlah pemuda yang dijumpai di sekitarHutan Sesaot mengarahkan untuk mencari tahu soal mata air tersebut ke Kepala Dusun (Kadus) Aik Nyet. Tidak sulit untuk mencapai rumah kadus.
“Silahkan masuk, apa yang bisa dibantu,” sapa Kadus Aik Nyet Nurjayadi pada wartawan Lombok Post.  
Nurjayadi terdiam sesaat, ketika ditanya soal mata air di wilayahnya yang mengalir sepanjang tahun.
“Oh, itu Pancor Enem atau bisa disebut mata air Batu Belah,’’ katanya.
Dari mata air itu, diceritakannya, ratusan kepala keluarga (KK) di Dusun Aik Nyet mendapat penghidupan. Mulai dari memasak, mandi, dan mencuci dipenuhi oleh mata air itu. Di musim kering seperti saat ini, airnya begitu dibutuhkan masyarakat.
“Saat panas begini memang banyak mata air kering. Pancor Enem tetap mengalir, meski tidak sederas saat musim hujan,’ ujarnya.
Bapak berkumis tipis ini mengungkapkan, kelestarian hutan rahasia yang membuat mata air Pancor Enem tetap lestari. Mata air dikelilingi banyak pohon.
“Keterlibatan masyarakat menjaga alam bagus, menanam dan mencegah adanya penebangan pohon sembarangan. Untuk lebih jelas biar saya telpon ketua komunitas pemuda disini,” lanjutnya.
Tidak sampai 10 menit, dua pemuda langsung masuk ke rumah kadus. Satu bernama Herman dan satu lagi Wiramdi. Herman adalah Ketua Aliansi Pemuda Aik Nyet atau lebih dikenal Alpa. Komunitas yang cukup aktif untuk menjaga kelestarian hutan. Para pemuda bersama warga dari lima RT rajin membuat kegiatan di hutan. Beberapa waktu lalu mereka gotong royong menanam pohon.
“Selain tanam pohon. Kami bersama-sama membersihkan sampah,” kata Herman.
Herman mengakui, debit air dari mata air Pancor Enem saat kemarau berkurang drastis. Kelestarian hutan membuat mata air mengalir sepanjang tahun. Herman pun mengajak melihat mata air Pancor Enem. Jarak dari parkir Aik Nyet hanya beberapa puluh meter. Mata air dikelilingi pohon-pohon besar dan tinggi. Teduh dan sejuk suasananya.
“Saat musim hujan, air dari Pancoran Enem bisa meluber sampai sekitar warung,”ucap Herman.

Airnya bening seperti kaca. Rasanya segar sekali. Tidak mengherankan kalau beberapa anak-anak asik mandi dibawah pancuran. Bahkan ada yang membawa bebek-bebekan seperti ketika ada di kolam renang umum. Anak-anak ini terlihat bahagia dengan adanya mata air tersebut.



 Dalam obrolan mengenai mata air itu, muncul anggota Alpa lainnya Juin Nurul Azmi. Pemuda ramah yang akrab disapa Jo ini pun ikut nimbrung. Ia cukup bersemangat bercerita nasib hutan di Dusun Aik Nyet. Beruntung hutan tersebut masih bisa lestari. Luput dari perambahan hutan karena kesadaran warganya. Di dusun lainnya seperti Kumbi dan Lembah Sempaga. Kayu-kayu hutan banyak ditebang untuk dijadikan uang.
 “Padahal pohonnya itu, dirangkul orang lima baru bisa. Saking besarnya,” katanya.
Setelah banyak pohon ditebang, kata dia, tentu mata air ikut hilang. Akar pohon sebagai penyimpan air. Beruntung, di sekitar mata air Pancoran Enem pohon Mahoni dan Bajur masih ada. Meski ukurannya tidak sebesar seperti di Dusun Kumbi maupun Lembah Sempaga. Kesadaran masyarakat menjaga hutan juga memberi penghasilan. Hutan menjelma menjadi “mesin uang” bagi warga sekitar. Hutan di Dusun Aik Nyet dilirik oleh masyarakat luar sebagai tempat wisata. Sering menjadi camping ground.
“Ini kemudian yang membuat masyarakat berinisiatif membuka warung-warung. Awalnya hanya satu,” ceritanya.
Sekarang, kata Jo, jumlah pedagang disekitar mata air cukup banyak. Kuncinya adalah karena masyarakat sadar menjaga hutan. Ia yakin, bila kesadaran itu terus terjaga, maka hutan akan menjadi penghidupan bagi masyarakat. Apalagi, kawasan itu sudah dianggap sebagai ekowisata terpadu.
“Tinggal bagaimana peduli kebersihannya saja mas,” sambungnya.

Apa yang disampaikan oleh Jo tidak berlebihan, disaat bersamaan hadir Bhabinkamtibmas Brigpol Ade yang sedang mengecek rencana kemah mahasiswa salah satu universitas di Mataram. Anggota Polsek Narmada itu memastikan kebenaran rencana kemah.
“Koordinasi sama Alpa, memastikan lagi,” ucap polisi ramah ini.
Warga Pagutan Permai Mataram ini menyebut, kawasan hutan di sekitar mata air Pancoran Enem ini masih terjaga. Masyarakat memiliki kesadaran tinggi menjaga lingkungan di hutan. Tidak ada masyarakat yang menebang pohon. Itu yang membuat suasananya asri dan sejuk.
“Makanya yang bosen di kota bisa kesini, santai merasakan kesejukan. Sering juga ada yang kemah,” ucapnya.

Kesadaran warga Dusun Aik Nyet menjaga hutan ini perlu ditiru. Seperti kisah bebek bertelur emas. Tidak perlu membunuh bebeknya untuk mengambil telurnya. Memeliharanya dengan baik, maka telur emas akan keluar sendirinya.(*)



Sadar Kebersihan dari Keluarga



Rasanya setiap minggu, bila membaca media massa di NTB selalu ada gotong royong kebersihan. Bila minggu ini di Kota Mataram, berikutnya di Lombok Barat, kemudian Lombok Utara, dan seterusnya. Bersih-bersih bersama yang digalang oleh pemerintah, tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja. Nyaris seluruh PNS lingkup pemerintah membaur. Seluruh kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mengerahkan seluruh anak buahnya. Jadilah, acara bersih-bersih itu menjadi kegiatan masal. Bisa jadi di satu titik, lebih banyak pasukan pembersih ketimbang jumlah sampahnya.
Sayangnya, disaat PNS berjibaku dengan sampah ataupun lumpur diselokan, warga setempat asyik menonton. Pertanyaannya, kenapa hanya menonton?.Bisa jadi, sebelumnya warga tidak diajak bergabung atau bisa juga memang warganya memang malas.
Yang terjadi saat ini, dengan mudah menjumpai masyarakat membuang sampah seenaknya. Tidak hanya di pinggir jalan. Ada yang membawa karung, kemudian menumpahkan sampah ke sungai. Terlalu.
Jangan salahkan kalau hujan datang, air meluber masuk ke rumah. Jangan juga protes ketika mendadak sungai jadi penuh sampah. Dan jangan kecewa bila kemudian penyakit menyerang karena sampah berserakan.
Seperti apapun kerja pemerintah mengatasi kebersihan, tanpa partisipasi masyarakat, pemerintah seperti sedang melukis diatas air. Gotong royong kebersihan mingguan efeknya hanya sementara. Usai bersih masal, sampah akan menumpuk, sungai kembali penuh sampah, dan got kembali mampet. Itu fakta.
Kesadaran akan kebersihan harus didorong dari lingkungan keluarga masing-masing. Memberikan edukasi, tentang membuang sampah yang benar. Meski hanya sebungkus permen, sebaiknya dibuang di tepat sampah. Bila dalam keluarga sudah peduli kebersihan, baru kemudian didorong dalam skala lebih luas di tingkat RT, hingga kemudian di tingkat lingkungan. Di tingkat RT maupun lingkungan, tentu polanya dengan menggelar gotong royong kebersihan secara berkala. Tidak peduli tua, muda, kaya, ataupun miskin semua bersama-sama membersihkan.
Budaya gotong royong khas Indonesia ini perlu kembali dihidupkan, Manfaatnya tidak hanya sekadar menjaga kebersihan dan lingkungan. Dari gotong royong terjadi silaturahmi antar warga. Apalagi di perkotaan yang individualismenya cukup tinggi.(*)