Saturday 8 October 2016

Dibohongi dengan Ahok



Diskusi soal komentar Ahok dari dunia maya berlanjut ke dunia nyata. Ada yang sudah mulai gontok-gontokan. Teknologi yang bikin Ahok begitu ramai. Masuk generasi milenial, kemajuan teknologi tak terbantahkan. Apalagi ketika dunia selebar telapak tangan. Kurang informasi, anda bisa klik google dan sim salabim semua ketemu. Tingkat akurasi, ada yang rendah, sedang, dan tinggi.Kembali pada kesadaran anda menggali informasi tersebut. Yang tak terbantahkan adalah google menjadi "dewa" penolong kita. Tak usah heran kalau sedikit-sedikit ada yang berkata "buka google supaya jelas,". Jari pun langsung piawai bercengkrama dengan gawai. 




Gawai ini sponsor utama yang bikin google laris. Saya sendiri merasakan pertolongan google. Beragam undang-undang di negeri ini bisa ketemu karena google. Termasuk soal urusan remeh-temeh macam cara menanam bunga yang benar atau urusan mencari alamat. Tanpa disadari, kemampuan google mereduksi daya jelajah otak. Kemampuan argumentasi, menggali data, dan validasi informasi tampak seadanya. Bahkan sajian dari kerumunan pun kita telan bulat-bulat. Kenapa disebut bulat-bulat? Karena kita dengan enak saja copy dan paste. 



Saya tak sedang menyalahkan google. Bukan juga gegara pajaknya diuber-uber pemerintah. Atau bahkan menganggap google ini membuat kita bertikai. Jadi begini, simpel saja analoginya, pernah diminta tolong mengerjakan soal fisika, matematika, atau kimia anak SMP/SMA. Saya pernah. Dan saya tak bisa menjawab. Kemudian mereka menjawab, cek di google. Yes, jawabannya ketemu, begitu kata mereka. Wah, kurang ajar juga nih google, kritik saya dalam hati.



Dari sini masalahnya. Saya kok agak khawatir kalau dari anak-anak semua urusan ditanyakan ke google. Masalah pertama, jadi malas berpikir. Kedua, googlesentris. Ketiga, merasa paling benar. Padahal tak semua sajian google ini bertuan. Tulisan tanpa kutipan sumber yang jelas.



Sampai disini kita belum bahas Ahok. Tuntaskan dahulu google. Pilihannya kemudian menghadapi google apa? Berdamailah dengan google. Dunia digital keniscayaan dilawan. Namun, google bisa membantu menemukan elektronik book (e-book). Lewat buku digital inilah kemudian membagi pemikiran, dengan validitas, argumen, dan sumber yang jelas. Untuk yang masih setia dengan buku monggo. Melawan kerumunan informasi, sajikan tulisan berbobot. Sumber jelas, argumentasi berdasar, dan paling utama kaya akan data. Bukan berarti saya masuk dalam kategori pecinta buku, saya masih belajar. Foto saya hanya pencitraan untuk blog. Hehe



Google ini saya ibaratkan fast food, makanan cepat saji. Mengenyangkan sih, tapi bikin obesitas dan kangker. Sementara google bikin obesitas otak. Isi kepala dibuat seolah-olah gemuk, padahal gemuk penyakit. Gampang tersinggung, sulit adu argumen, atau menganggap paling benar. Gemuk belum tentu sehat. Supaya otak gemuk dan sehat, isi dengan nutrisi berkualitas. Makanannya ya buku. Jangan sampai keburu terkena kangker otak. Suka bersilogisme, membuat premis, dan bermain gramatikal. Padahal absurd.



Enstein itu dalam bukunya baru memakai otak lima persen. Lalu kita pakai otak berapa persen? Hobinya bermunajat dengan google. Bagi yang sudah berumur dan malas membaca, silahkan buka google. Khusus anak muda, upayakan deh membaca! Supaya isi kepala bernutrisi. Jangan ikuti generasi yang mengalami obesitas dan kangker otak.




Google tidak salah. Kita yang salah menggunakan google. Yang salah ketika akal kita dikungkung oleh google. Silahkan cari apapun di google, tapi tetap jadikan akal sebagai imam. Kecuali soal agama, maaf saya tidak rekomendasikan. Urusan agama biar kita berguru tetap pada manusia, supaya jelas sanadnya.





Oya, terakhir tulisan saya belum membahas Ahok. Saya katakan, sesuai dengan judul Dibohongin dengan Ahok. Sudah jelas dari awal saya katakan dibohongin dengan Ahok. Jadi saya tidak sedang membahas Ahok. Tak usah terlalu diseriusi soal dibohongi ini. Kalau anda saja bisa membuat gramatikal soal ayat suci Alquran, anggap saja tulisan ini sampah.

0 10 komentar:

Post a Comment