Tuesday 4 October 2016

Karomah Dimas Kanjeng yang Mana?

Gemes, jengkel, muak, dan lucu. Perasaan campur aduk menyaksikan sosok Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Sejak ditangkap 22 September, Dimas Kanjeng nampang terus di media cetak dan elektronik. Mula-mula penangkapannya karena otak pembunuhan. Belakangan pemberitaannya mengalir ke soal "karomahnya". Siapa Dimas Kanjeng sampai mantan politikus kondang dan aktivis perempuan Marwah Daud membela habis. Sampai munculah soal "karomah" Dimas Kanjeng. Parahnya "karomah" itu soal kemampuan menggandakan uang. Parah betul. Siapa gak gemes, kalau sudah begini.


Yang bikin jengkel, si Dimas Kanjeng memiliki ribuan orang pengikut. Dari pemberitaan menyebut sampai 23 ribu. Selain lulusan Doktor Amerika Serikat seperti Marwah Daud, pengikutnya dari berbagai kalangan, pengusaha, polisi, tentara, sampai politisi. Mereka menamakan diri "santri". Pondok pesantren (ponpes) zaman sekarang saja, santrinya tidak banyak yang bisa puluhan ribu. Begitu kuatnya magnet Dimas Kanjeng.

Kelakuan Dimas Kanjeng yang membuat muak adalah kedok agama yang dibawa. Belakangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menyebut sesat. Untuk menjadi pemimpin dengan kedok agama begitu mudahnya zaman sekarang. Belum usai kasus Gatot Brajamusti, ada lagi Dimas Kanjeng. Ritual agama seperti pengajian, istighotsah, zikir bersama.

Namun, dari semua kelakuan Dimas Kanjeng saya tetap saja melihat kelucuan. Mulai dari istilah karomah. Tanpa sadar kita sering menyebut soal kelebihan manusia dengan karomah. Atau sedikit-sedikit menyebut mukjizat. Betapa mudahnya zaman sekarang label mukjizat dan karomah terucap. Pada pelajaran agama sekolah dasar kelas VI atau ibtidaiyah kelas IV, perbedaan ini sudah disampaikan. Hanya rasul dan nabi yang menerima Mukjizat. Sementara Karomah atau keramat itu untuk waliyulloh. Untuk manusia biasa disebut Maunah. Semuanya keluar dengan seizin Allah, bukan untuk adigang, adigung, adiguna. Kalau Dimas Kanjeng itu bagaimana? Tidak usah dijelaskan, melihat youtube dengan kemampuan mengeluarkan uang saja sudah aneh. Bila karomah waliyulloh diumbar seperti ini, hilanglah sebutan di kalangan santri "hanya wali yang tahu dirinya wali". Memang tidak pernah Dimas Kanjeng mengklaim dirinya wali, tapi istilah karomah bukankah hanya dinisbatkan pada wali Allah?

Orang-orang seperti Dimas Kanjeng Taat Pribadi akan terus muncul dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perbuatannya menggerus agama, mendegradasi aqidah, dan menihilkan akal. Bagaimana tidak menggerus agama, ketika ada ribuan orang menetap di Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Probolinggo beribadah untuk mendapat harta. Menanti uang yang disetor berlipat, mendapat emas yang banyak, dan kesejahteraan hidup. Berbulan-bulan menetap tanpa bekerja.

Degradasi aqidah terlihat, saat ratusan pengikut diajarkan salawat fulus, salat tuyul, dan ritual-ritual yang berlawanan dengan agama. Embel-embelnya bila dilakukan uangnya akan berlipat. Hipnotis harta itu seolah membuat akal hilang. Sejak kapan ada uang bisa berkembang biak dalam kotak (baca: ATM kayu), sejak kapan karena bolpoint bisa mengusai enam bahasa (bolpoint laduni), dan sejak kapan kantong bisa menghasilkan emas.

Apa yang dipraktikkan Dimas Kanjeng ini dalam kondisi sadar, sanggup ditolak. Persoalannya, akal sedang dihipnotis oleh harta. Iming-imingnya adalah banyak uang tanpa kerja. Enak kan, tinggal datang ke orang-orang seperti Dimas Kanjeng bisa kaya. Meski berbulan-bulan menunggu, tetap sabar.

Salah satu ucapan pengikut Dimas Kanjeng, kesetiaan mereka karena mengharap keberkahan. Doktrin dan sulap-sulap Dimas Kanjeng masuk cukup dalam. Tipuan uang dan emas membutakan semua. Sampai ada yang berkeyakinan yang ditangkap oleh polisi bukan Dimas Kanjeng, hanya bayangannnya.

Mencari keberkahan atau barokah, memang sudah menjadi kultur di negeri ini. Dan lagi-lagi disalahgunakan oleh orang-orang mencari untung. Seperti tertuang dalam kitab Mafahim an Tushahhiha karangan Sayyid Muhammad bin Alwiy Almaliky, " Sebaiknya kita mengerti bahwa mengharapkan barokah itu tidak lain hanyalah sebagai sarana menuju Allah SWT lewat sesuatu yang diberkahi Allah SWT, baik berbentuk atsar, tempat maupun seorang hamba Allah. Orang yang diberkahi Allah itu harus diyakini bahwa dia tetap saja tidak mampu memberikan suatu kebaikan dan menolak malapetaka kecuali atas izin Allah. Atsar yang diberkahi itu lantaran dihubungkan kepada seseorang yang memiliki kemuliaan tersebut yaitu dimuliakan, diagungkan, dan dicintai kerana kemuliaan tersebut diberikan Allah. Sedang tempat peninggalan yang diberkahi itu hakikatnya tidak ada keutamaan yang khusus pada tempat tersebut, hanya saja keutamaan itu disebabkan kebaikan dan kebaktian yang selalu dikerjakan disana," (Lajnah Ta'rif wan Nasyr NU Jombang). Semoga kita semua tidak kehilangan agama dan sesat akal karena harta.(*)

0 10 komentar:

Post a Comment